,

UII Menambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Dra. Sri Wartini, S.H., M.H., Ph.D. berhasil meraih jabatan akademik tertinggi Profesor Bidang Ilmu Hukum. Ia menjadi Profesor ke-9 di FH dan ke-31 di UII. Dengan demikian persentase profesor di UII kini mencapai 3,9% (31 dari 790 dosen), lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 2% yang kebanyakan masih berasal dari dosen Perguruan Tinggi Negeri.

Raihan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 25162/M/07/2023. Penyerahan SK diadakan di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito, kampus terpadu UII pada Selasa (23/5). Acara dihadiri pimpinan, para profesor, dan perwakilan sivitas FH UII.

Menanggapi raihan ini, Direktur Direktorat Sumber Daya Manusia UII, Ike Agustina, S.Psi., M.Psi., Psikolog mengatakan keberhasilan Sri Wartini diharapkan mampu memberikan daya dorong bagi dosen lain di UII yang sedang mengikuti program percepatan profesor yang usulannya telah diproses baik di universitas/LLDikti/Dikti.

Dalam sambutannya, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. mengajak hadirin untuk melantangkan pesan-pesan ilmiah bernas pada khalayak yang lebih luas tanpa meninggalkan peran akademik. Pesan ini dilantangkan sebagai pengingat untuk menjadi intelektual publik lebih baik.

“Publik perlu diedukasi, dicerahkan dengan gagasan-gagasan para profesor yang akhirnya menjadi basis pengambilan keputusan dan kebijakan kolektif,” ungkap Prof. Fathul.

Menurutnya, pemikiran-pemikiran profesor sekarang makin sulit diakses publik, termasuk diakses oleh akademisi di luar disiplin ilmunya. Padahal, dewasa ini membutuhkan dunia akademik untuk menjadi wadah pemberdayaan publik.

Lebih lanjut, Prof. Fathul menyampaikan ada empat pelajaran yang bisa diambil dari beberapa tokoh intelektual publik. Di antaranya yakni: (1) Mengasah sensitivitas publik, termasuk bangsa dan negara, (2) melewati batas pagar disiplin dengan mendekatkan kajian disiplin pribadi dan disiplin ilmu lainnya, (3) menyederhanakan bahasa agar bisa dipahami publik, dan (4) menjaga konsistensi.

“Semoga ini menjadi pembuka pintu keberkahan Dra. Sri Wartini, tidak hanya untuk diri sendiri, keluarga, terlebih untuk lembaga dan masyarakat luas,” pungkasnya.

Senada, Drs. Suwarsono Muhammad, M.A., selaku Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII berharap Perguruan Tinggi mampu melebarkan gagasan ilmiah untuk kepentingan publik. “Karena mengingat komunitas sipil yang berhubungan dengan masyarakat memiliki risiko yang lebih besar ketika menyampaikan kepentingannya. Perguruan Tinggi termasuk bagian dari masyarakat sipil,” ungkapnya.

Di kesempatan yang sama yang sama, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah V DIY Prof. drh. Aris Junaidi Ph.D. mengatakan, “Kita sangat apresiasi upaya-upaya UII untuk mendorong para dosen meningkatkan ilmunya di ranah yang lebih tinggi. Menjadi guru besar yang baik, baik dalam artian dalam prestasi akademiknya, publikasi, bimbingan, menulis buku, paper, serta aktif memberikan edukasi kepada publik”.

Terhitung dalam lima tahun terakhir, Dra. Sri Wartini aktif melakukan berbagai penelitian dengan pendanaan yang bersumber baik dari internal UII (Jurusan/Fakultas/Universitas) maupun pendanaan dari eksternal (Ristekdikti).

Adapun judul penelitian yang mendapatkan dana eksternal adalah “Model Kebijakan Hukum Tanggung Jawab Transnational Corporations Terhadap Pelanggaran Hak Menikmati Lingkungan Hidup yang Sehat di Indonesia.”

Karya ilmiah yang ia hasilkan untuk meraih gelar tertinggi ini adalah “Balancing The Principle of Permanent Sovereignty Over Natural Resources and Sustainable Forest Management: Indonesian Experiences”, yang diterbitkan pada Journal of East Asia and International Law, Terindeks Scopus dengan nilai SJR 0,12.

Gelar profesor yang ia raih, diharapkan menopang keberhasilan Jurusan Hukum yang dipercaya sebagai kawah candradimuka Sarjana Hukum berkualitas dan telah menghasilkan lebih dari 14 ribu alumni sejak didirikan pada tahun 1945 oleh para pendiri bangsa.