Pada zaman modern ini, bidang perekonomian utamanya di Indonesia sedang dalam fase yang cukup meningkat setelah pandemi yang melanda selama kurang lebih 3 tahun lamanya. Perekonomian yang paling mendominasi adalah berbisnis kebutuhan pokok atau sembako. Etika berbisnis dalam Islam sangat penting untuk dijadikan pedoman dalam setiap transaksi, termasuk dalam perdagangan sembako dan hutang piutang. Menurut agama Islam, setiap manusia harus memiliki perilaku yang baik dalam melaksanakan berbagai urusan kehidupan, baik kewajiban terhadap Rabb-Nya maupun terhadap segala makhluk ciptaan-Nya. Perilaku atau etika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam ibadah menyembah/menjalankan kewajiban kepada Allah (habluminAllah) maupun dalam hubungan kehidupan antar manusia (habluminannaas).
Perilaku berhubungan antar manusia khususnya dalam hal perdagangan agama Islam merupakan aspek kehidupan berdasarkan masalah muamalah, yaitu masalah yang berkenaan dengan hubungan horizontal namun sesuai dengan ajaran Islam tentunya mengacu kepada tuntunan Al-Qur’an dan Hadis. Hubungan tersebut tentunya memerlukan adanya etika yang berjalan dengan baik, etika bertransaksi dengan tidak mendzhalimi semua pihak. Selain dengan tujuan mendapatkan keuntungan dan keberkahan, etika berbisnis dalam Islam banyak memberikan solusi yang terbaik kepada semua pihak apabila terdapat perselisihan yang terjadi.
Pandangan Beragam dalam Masyarakat Mengenai Etika
Etika tersebut berupa contoh dari kegiatan pinjam meminjam atau bisa disebut pula hutang piutang. Hukum dasar Pinjam-Meminjam adalah boleh (Mubah). Hukum bagi orang yang meminjamkan adalah Mubah. Sedangkan mengembalikan utang (pinjaman) hukumnya adalah Wajib. Bila si peminjam (pengutang) tidak mampu untuk membayar (mengembalikan), maka ada tiga jalan yaitu perpanjangan waktu pengembalian, pemotongan/pengurangan besarnya pinjaman, atau memaafkan/mengikhlaskan sebagai sedekah. Menurut Agama Islam, orang yang memiliki hutang adalah orang yang kesusahan atau kesulitan namun Agama Islam memberikan solusi (jalan keluar) yaitu akan mendapatkan bagian zakat (sedekah) karena ia termasuk 8 Asnaf yang berhak menerima zakat (shodakoh), yaitu ia termasuk Al Ghorimin (orang yang terbelit utang).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika memiliki makna sebagai ilmu mengenai segala bentuk perbuatan yang bernilai baik maupun segala bentuk perbuatan yang bernilai buruk, serta mengenai hak dan kewajiban moral (akhlak). Pengertian etika dalam sumber lain yaitu oleh Supratman Syukur bahwa, etika dihubungkan dengan tiga perbedaan yang berarti merupakan pola umum atau jalan hidup, seperangkat aturan atau kode moral, dan penyelidikan tentang jalan hidup dan aturan-aturan perilaku, atau merupakan penyelidikan filosofis tentang hakikat dan dasar-dasar moral (Sari, 2017).[1] Berbeda pendapat dengan Griffin dan Ebert yang menyampaikan, bahwa pengertian etika yaitu keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah, atau tindakan yang baik dan yang buruk, yang mempengaruhi hal lainnya (Budiyanto, 2017).[2]
Bisnis dalam Perspektif Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bisnis memiliki makna usaha yang memberikan keuntungan atau bidang usaha atau usaha dagang. Pendapat lain oleh Mahmud Machfoedz menjelaskan bahwa, bisnis adalah usaha perdagangan oleh sekelompok orang yang terorganisasi untuk mendapatkan laba dengan memproduksi dan menjual barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Sogiri, 2019). Sedangkan Skinner berpendapat bahwa bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat (Riyadi, 2015).[3] Sedangkan etika dalam berbisnis merupakan seperangkat norma bisnis yang wajib dimiliki pelaku bisnis dengan rasa tanggung jawab atau komitmen yang tinggi dalam bertransaksi, berperilaku, dan juga berelasi dalam mencapai tujuan bisnis dengan baik. Etika bisnis dalam Islam dapat menjadi pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis yaitu refleksi mengenai perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, tidak wajar, pantas dari pelaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja (Hulaimi, 2017).[4]
Adapun etika bisnis syariah adalah tatanan mengenai keseluruhan nilai dan norma yang digunakan dalam melaksanakan bisnis dengan berdasarkan ajaran agama Islam, yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ajaran agama Islam merupakan dasar utama bagi pelaku bisnis dalam melaksanakan tindakan bisnis yang dapat menjamin terlindungnya hak serta kepentingan setiap pelaku bisnis. Sumber utama etika bisnis; Al-Qur’an telah memberikan tuntutan konsep keadilan, perlindungan akan manusia, kebebasan yang bertanggung jawab dan lain sebagainya (Maulidya, Kosim, & Devi, 2019[5]; Wati, Arif, & Devi, 2022).[6] Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika bisnis syariah merupakan seluruh aturan dan ketentuan mengenai perilaku seseorang kepada orang lain dalam melaksanakan kegiatan bisnis yang berlandaskan sesuai dengan prinsip syariah dan nilai-nilai syariah, dengan bertujuan untuk mencapai kemaslahatan umat.
Kebutuhan ekonomi berpengaruh besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat. Salah satu kebutuhan pokok manusia dalam kehidupan adalah kebutuhan pangan atau sembako. Kata sembako yang terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki makna sebagai sembilan bahan pokok (sembilan jenis makanan sebagai bahan kebutuhan pokok masyarakat, yang berdasarkan pada Keputusan Menteri Industri dan Perdagangan pada 1998. Sembako adalah sembilan bahan pokok pangan yang merupakan kebutuhan pokok (Ayodya, 2016).[7] Secara umum, sembilan bahan pokok meliputi; beras, kedelai, jagung, gula, bawang merah, minyak goreng, daging beku dan daging segar, daging ayam ras, serta telur ayam ras (Tempo, 2019).[8] Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sembilan bahan pokok merupakan kumpulan bahan-bahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
Hutang Piutang dalam Islam
Perekonomian yang berjalan tentu tidak selalu mulus, terdapat kendala seperti hutang piutang. Dalam Islam utang dikenal dengan Qardh yang secara etimologi berasal dari kata al-qath’u yang berarti memotong. Harta yang diberikan kepada muqtaridh (orang yang berutang), sebab merupakan potongan dari harta muqridh (orang yang memberi utang). Qardh juga di definisikan sebagai harta yang diberikan pemberi pinjaman kepada penerima dengan syarat penerima pinjaman harus mengembalikan besarnya nilai pinjaman pada saat mampu mengembalikannya.
Menurut Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah Bank Indonesia, Qardh atau pinjaman adalah suatu akad pinjam meminjam dengan ketentuan pihak yang menerima pinjaman wajib mengembalikan dana sebesar yang diterima. Kata Qardh ini kemudian diadopsi menjadi credo (Romawi), credit (Inggris), dan kredit (Indonesia). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pedagang sembako adalah seorang yang bekerja sebagai pedagang, yang memperjualbelikan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat terutama sembilan bahan pokok pangan, dan memiliki tujuan untuk memperoleh profit dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan biasanya berlokasi di sekitar pemukiman masyarakat.
Setiap manusia yang berbisnis wajib memiliki pengetahuan dan pemahaman terkait transaksi jual beli, agar bisnis yang dilakukan sesuai dengan aturan syariat islam, dan akan terhindar dari larangan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Setiap pedagang harus menerapkan dan berpegang teguh dengan nilai etika bisnis islam dalam transaksi jual beli. Etika berbisnis dalam Islam berupa norma yang mengatur tentang etika berbisnis yang sumbernya berasal dari Al-Qur’an dan Al- Hadits, dimana sumber ini diciptakan sebagai petunjuk oleh seseorang dalam berdagang. Etika berbisnis dalam Islam ini sangat diperlukan dalam kegiatan berbisnis mengingat banyak fakta yang terjadi akan bisnis yang semakin terjalinnya hubungan antar sesama manusia (habluminannaas) dengan baik hingga dapat tercapainya perdagangan sembako secara syariah, tidak menguntungkan sepihak (penjual), tidak merugikan pembeli dengan mengambil keuntungan yang tidak wajar untuk memperoleh hasil sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan kebarokahan rezeki. Sebagaimana dalam ayat Al Qur’an telah banyak ayat yang menjelaskan tentang rezeki diantaranya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Q.S Hud : 6)
“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S. At-Talaq : 3)
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (Q.S. An-Najm : 39-41)
Dari ketiga kutipan ayat tersebut jelas bahwasanya rezeki itu datangnya dari Allah. Dan kita sebagai manusia hanya bisa berikhtiar dan berusaha meraih keberkahan atas rezeki dari-Nya. Saat ini dengan adanya telnologi informasi yang berkembang pesat memberikan dampak yang sangat signifikan akan kemajuan khususnya dalam hal perdagangan. Berbagai kemudahan akses mudah didapatkan, dalam hal ini banyak pedagang yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi tersebut bukan sebagai keterbukaan atau kejujuran dalam perdagangan akan tetapi memanfaatkannya dalam bentuk kecurangan.
Misalnya dengan memberikan promo-promo menarik melalui sosial media sebagai bentuk tipu-tipu dalam mempromosikan produk-produk dagangannya, dengan memberikan diskon tertentu terhadap produk tertentu dengan diharuskan membeli paket lainya yang harganya sudah dinaikkan untuk dapat mengambil promo tersebut. Hal tersebut banyak terjadi dalam perdagangan khususnya sembako. Para pedagang mengambil keuntungan sedikit bahkan bisa tidak mengambil keuntungan atas produk-produk promo, tetapi harus membeli produk lainya yang harga sudah dinaikkan, jadi sebenarnya keuntungan dari produk promo diambilkan dari produk barang lainnya, hal tersebut sebenarnya sudah dapat dikatakan menipu pembeli.
Dalam konsep Islam kegiatan hutang piutang boleh tanpa adanya tambahan, sedangkan dalam pelaksanaannya tergantung pada keadaan ekonomi yang bersangkutan, apakah yang bersangkutan sudah tepat melakukannya atau belum. Memberikan hutang atau pinjaman adalah perbuatan yang baik, karena merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang terdapat unsur tolong menolong sesama manusia sebagai makhluk sosial. Mengkaji hal hutang piutang dalam Islam disebut dengan qardh merupakan upaya memberikan pinjaman mengembalikan gantinya. Hutang piutang merupakan hal yang sudah biasa dalam kehidupan ini untuk memenuhi kebutuhan karena ekonomi yang rendah. Pada dasarnya hutang piutang merupakan perbuatan hanya untuk tolong menolong kepada yang membutuhkan dan hanya untuk membantu meringankan atas kebutuhannya bukan untuk memberatkan seseorang atas pinjamannya karena adanya tambahan. Islam mengatur kegiatan muamalah dengan baik yang tertulis di dalam Al-Quran. Salah satunya yaitu tentang utang piutang, sebagaimana dalam firman Allah SWT adalah sebagai berikut:
“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. dan Allah Maha pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (Q.S. At-Taghaabun : 17)
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah : 280)
Hukum menunda pembayaran utang dapat di bagi menjadi 2, yaitu:
- Hukum menunda pembayaran hutang adalah haram, jika orang yang berhutang tersebut telah mampu membayar hutang dan tidak memiliki uzur yang agama benarkan setelah orang yang memberikan utang memintanya atau setelah jatuh tempo. Dalilnya adalah sabda Rasulullah yang artinya: “Penundaan (Pembayaran hutang) oleh orang yang kaya (mampu) merupakan penganiayaan, dan apabila salah seorang di antara kamu (utangnya) dialihkan kepada orang yang kaya (mampu) maka hendaklah ia menerimanya”. (HR. Abu Dawud)
- Hukum menunda pembayaran hutang adalah mubah, apabila orang yang berhutang memang benar-benar belum mampu membayarnya atau ia telah mampu membayarnya namun masih berhalangan untuk membayarnya, misal uang yang ia miliki belum berada ditangannya atau alasan-alasan lain yang agama benarkan.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT, setelah menuliskan beberapa kajian mengenai etika berbisnis dalam Islam bahwa terdapat keselarasan dalam bisnis perdagangan sembako yang syariah dengan berdagang secara ikhlas, jujur, amanah, adil, bekerja keras, kerjasama, murah hati, sederhana, bersaing secara sehat, serta menjual produk yang halal dan berkualitas baik. Bagaimana penerapan hal ini dalam perdagangan sembako secara syariah, khususnya bagi para pedagang muslim. Transaksi jual beli berupa diskon merupakan kegiatan strategi pemasaran dalam berbisnis dan hutang piutang adalah kegiatan orang yang meminjamkan atau memberi hutang dengan orang yang meminjam atau berhutang dengan kesepakatan atau ijab qabul dan barang atau uang terhutang.
Sumber Referensi:
[1] Sari, I. (2017). Penerapan Etika Bisnis Bagi Pedagang Muslim Dalam Persaingan Usaha (Studi Kasus Pasar Butung Makassar).UIN Alauddin Makassar.
[2] Budianto, A., Pongtuluran, Y., & Syaharuddin Y. (2017). Pengaruh Etika Kerja dan Kompensasi Finansial Terhadap Kinerja Karyawan.Jurnal Ekonomi dan Manajemen Volume 14 Nomor 1.Universitas Mulawarman Samarinda.
[3] Riyadi, Fuad. (2015).Urgensi Manajemen Dalam Bisnis Islam.Jurnal Bisnis Volume 3 Nomor 1 STAIN Kudus.
[4] Hulaimi, A., Sahri., & Huzaini, M. (2017). Etika Bisnis Islam dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Pedagang Sapi.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang Volume 2 Nomor 1.
[5] Maulidya, R. N., Kosim, A. M., & Devi, A. (2019). Pengaruh Etika Bisnis Islam Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan Hotel Syariah Di Bogor. Al-Amwal: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syari’ah, 11(2), 221-240.
[6] Wati, D., Arif, S., & Devi, A. (2022). Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam Dalam Transaksi Jual Beli Online di Humaira Shop. El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 3(1), 141-154.
[7] Ayodya, W. (2016).14 Hari Langsung Mulai Jadi Pengusaha.Elex Media Komputerindo dari https://books.google.com/books/about/14_Hari_Langsung_Mulai_Jadi_Pengusaha_Ne.html?hl=id&id=PYpKDwAAQBAJ (diakses pada 11 November 2019).
[8] Pemerintah Terbitkan Harga Acuan Sembilan Bahan Pokok. Koran Tempo. 2019. Akses pada 31 Oktober 2019 dari https://bisnis.tempo.co/read/879913/pemerintah-terbitkan-harga-acuan-sembilan-bahan-pokok
(Q.S. Hud [11]: 6)
(Q.S. At-Talaq [65]: 3)
(Q.S. An-Najm [53]: 39-41)
(Q.S. At-Taghaabun [64]: 17)
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 280)
Baca Artikel lain kami:
- Dunia Hanya Sementara, Jangan Sampai Terlena (11 April 2025)
- Pentingnya Memahami Adab dan Etika dalam Bekerja (30 Juni 2025)
Ikuti kami di media sosial : Youtube Instagram