Bekerja untuk Dunia Seakan-akan Hidup Selamanya
“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.“
Ungkapan ini sering kali diucapkan dalam masyarakat, namun sering salah arti. Sebagai muslim yang bertaqwa, perlu membahas makna yang tepat dari ungkapan ini, serta penjelasan mengenai kebenaran atau kesalahannya.
Ungkapan dalam Bahasa Arab:
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً
“I’mal lidunyaaka ka-annaka ta-’iisyu abadan, wa’mal li-aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan.”
Meskipun ungkapan ini sering terdengar di masyarakat, ungkapan ini bukanlah hadis dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah mengungkapkan bahwa ungkapan ini tidak sahih, meskipun umum bagi masyarakat.
Selain itu, dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) jilid kedua, ungkapan tersebut tidak tepat jika bersandar pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bekerja Keras untuk Dunia. Apakah Selaras dengan PerintahNya?
Apa Benar Ungkapan Tersebut?
Bagian kedua dari ungkapan ini, “Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok,” adalah benar. Menurut Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, pengasuh Web Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, makna kalimat ini memotivasi kita untuk lebih memfokuskan diri pada amalan untuk akhirat. Kita perlu mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh menghadapi kehidupan setelah mati. Perintah ini sangat jelas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Namun, untuk bagian pertama, “Bekerjalah di dunia seakan-akan engkau hidup selamanya,” ungkapan ini memiliki dua sisi. Dari satu sisi, ungkapan ini benar, tetapi dari sisi lain, tidak sepenuhnya tepat.
Makna yang Benar dan Keliru
Ungkapan pertama, “Bekerjalah di dunia seakan-akan engkau hidup selamanya,” memiliki makna yang benar jika berfaham bahwa kita perlu berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezeki dan beraktivitas di dunia. Hal ini agar kita tidak cepat merasa puas dan tetap berusaha keras dalam menjalani kehidupan dunia. Namun, dunia bukanlah tujuan utama; dunia hanya sarana untuk meraih kehidupan akhirat yang lebih baik.
Makna yang keliru adalah jika ungkapan ini berarti bahwa kita harus mati-matian mengejar dunia, hingga melupakan akhirat. Dunia harus kita cari, tetapi bukan untuk dijadikan tujuan utama. Dunia adalah tempat untuk beramal shalih, yang menjadi bekal bagi kehidupan di akhirat.
Akhirat Dikejar, Dunia Nomor Dua
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, seorang ulama besar Kerajaan Saudi Arabia di abad ke-20, menegaskan bahwa ungkapan “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya” termasuk hadits palsu (hadits maudhu’). Oleh karena itu, maknanya harus paham dengan hati-hati.
Sering kali, orang salah memahami ungkapan ini sebagai ajakan untuk bersemangat mengejar dunia dan melupakan akhirat. Padahal, makna yang tepat adalah kita harus bersemangat dalam mengejar akhirat, sementara dalam urusan dunia, kita tidak perlu tergesa-gesa. Apa yang belum selesai hari ini, bisa selesai besok.
Makna yang Tepat untuk Kehidupan Dunia dan Akhirat
Untuk urusan akhirat, kita bersegera melakukan amalan shalih dan tidak menunda-nunda. Seolah-olah kita tidak akan bertemu dengan esok hari. Bahkan, kita tidak tahu kapan maut datang menghampiri kita. Oleh karena itu, manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk beramal, karena hidup kita sangat terbatas.
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إذا أصبحت فلا تنتظر المساء، وإذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وخذ من صحتك لمرضك ومن حياتك لموتك.” (رواه البخاري)
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:
Rasulullahu Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Jika engkau berada di pagi hari, jangan tunggu sampai petang. Jika engkau berada di petang hari, jangan tunggu sampai pagi. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, dan manfaatkan waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari)
Ayat-ayat yang Berkaitan
Namun Beberapa dalil pada Al-Quran, juga mendukung bagaimana “Bekerja untuk dunia seakan hidup selamanya”. Yang pertama, pada QS Al-Ashr. Allah berfirman
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh serta saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dengan kesabaran.”
Berisi bagaimana penciptaan manusia, dan memanfaatkan waktu dengan merugi. Mereka akan merugi Ketika tiada beramal shalih berupa saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Pada QS Al-Qasas (28:77), Allah berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّـهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّـهُ إِلَيْكَ وَ لَا تَفْسِدْ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) di akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu (kebahagiaan) di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat ini mengingatkan kita untuk menyeimbangkan dunia dan akhirat, yaitu berusaha keras untuk dunia kita tanpa melupakan akhirat. Dalam konteks ini, kita berusaha seakan-akan kita akan hidup selamanya di dunia, tetapi tetap menjaga keseimbangan dengan kepentingan akhirat.
Dan agar menjadi refleksi bagi yang masih merasa ungkapan bekerja untuk maksimal di dunia karena hadis tersebut atau agar mengejar akhirat lebih maksimal. Sebagaimana Firman Allah pada Surat An-Najm ayat 39-41:
وَأَنَّ لَيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ
“Dan bahwa seseorang tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwa usahanya kelak akan diperlihatkan (di hadapan Allah).”
Ungkapan “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya” tidak tepat jika bersandar pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makna yang benar adalah bahwa kita harus bersegera dalam beramal untuk akhirat dan tidak menunda-nunda. Sementara itu, dalam urusan dunia, kita mendapat kelapangan untuk mencapainya, dengan harapan bahwa jika belum tercapai hari ini, masih ada kesempatan untuk esok hari.
Semangat dalam bekerja di dunia sah-sah saja, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa tujuan utama kita adalah akhirat. Teruslah menempuh cara yang halal dalam kehidupan dunia, sambil menjaga agar akhirat tetap menjadi prioritas.
Baca Artikel lain kami:
- Pentingnya Menciptakan Etika Berbisnis dalam Islam (14 Agustus 2025)
- Sabar Menghadapi Ujian Kehidupan (27 Agustus 2025)
Ikuti kami di media sosial : Youtube Instagram